Wednesday, December 26, 2012

Beragama Secara Lucu, Strategi Budaya Gus Dur

Sang Pendobrak dari Jombang

Mantan Presiden RI, Abdurrahman Wahid, mewariskan tradisi pemikiran dan strategi kebudayaan yang baik untuk pembangunan negara dan bangsa Indonesia. Sebagai tokoh agama sekaligus politik, Gus Dur--begitu dia biasa disapa--memiliki visi yang jelas untuk menjadikan agama Islam yang melayani masyarakat.

Langkah Gus Dur dalam berdialog dan bekerja sama dengan pemeluk agama dan keyakinan lain itu adalah upaya menjaga kemaslahatan hidup, seperti ajaran Islam. 

"Dia memberi inspirasi pemikiran dan tindakan untuk berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan tanpa kenal lelah," ujar Habib Ali Assegaf dalam acara "Sarasehan Budaya Mengenang Tiga Tahun Gus Dur," Rabu, 26 Desember 2012.

Sastro Ngatawi, Ketua Lesbumi-PBNU, menilai Gus Dur adalah sosok pemikir, budayawan dan negarawan yang santai.  "Bahasa Gus Dur, silahkan puji anak-istrimu masing-masing sesering mungkin. Tapi jangan sekali-kali menjelekkan istri orang lain karena nanti bisa timbul masalah," katanya.

Pemikiran dan strategi kebudayaan yang diambil Gus Dur, kata dia, berdasar pemahaman yang memadai akan tradisi dan sejarah bangsa. Bagi Gus Dur, kebudayaan apa pun tidak masalah, asal bisa jadi sarana mengenal semangat dan nilai Islam agar lebih mudah dipahami dan membumi. Gus Dur mampu meredakan ketegangan modernitas dengan tradisionalitas.

"Bagi Gus Dur, hidup beragama itu dilakukan dengan lucu dan menyenangkan. Gampang, tapi tidak menggampangkan," kata Sastro. Dia lalu mengutip satu cerita lucu Gus Dur. Dikisahkan seorang kaya yang menganut Kejawen ingin berkorban seekor sapi untuk delapan anggota keluarganya. Datanglah dia kepada KH. Bisri Samsuri. Namun, kiai ahli fikih itu mengatakan tidak bisa.

"Sesuai hukum Islam, kalau berkorban untuk delapan orang, ya, seekor sapi dan seekor kambing," kata Sastro. Orang itu merasa tidak puas dan tetap ngotot berkorban seekor sapi gemuk untuk kedelapan anggota keluarganya.

Akhirnya orang itu datang ke rumah KH Wahab Hasbullah. Di sana dia mendapat jawaban memuaskan. "Boleh berkorban seekor sapi, tapi tolong ditambahi seekor kambing, buat pancikan (pijakan) anakmu yang masih kecil. Kasihan nanti dia enggak bisa naik, " kata Sastro menirukan Gus Dur. Hadirin pun tergelak.

sumber: TEMPO.CO

No comments:

Post a Comment