Peran pengasuhan tak hanya milik kaum ibu. Ayah pun punya peran dan
tanggung jawab yang sama termasuk dalam hal mendisiplinkan anak.
Memiliki sosok ayah yang penuh kasih sayang, peduli, namun juga
menonjolkan karakter yang kuat, tak sekadar menjadi role model bagi anak namun juga membantu orangtua mendisiplinkan anak.
Umumnya,
para ayah punya peran lebih dominan dalam mendisiplinkan anak, dengan
figur tegasnya. Kadang cara ayah mendisiplinkan anak tak tepat bahkan
cenderung keliru. Ayah merasa wajib mengajarkan disiplin kepada anak
dengan suara tinggi, apalagi jika anak mulai berperilaku yang tak sesuai
standarnya. Alhasil, ayah tampil sebagai sosok kuat dan dominan, tapi
minim kelekatan hubungan dengan anak-anaknya.
Judy H Wright, coach
hubungan keluarga dan penulis lebih dari 20 judul buku keluarga,
mengatakan orangtua bisa menginterpretasikan disiplin dengan banyak
cara. Para ayah pun bisa memilih ragam cara berbeda dalam mendisiplinkan
anaknya. Kebanyakan, ayah mengaitkan disiplin dengan hukuman. Pada
akhirnya, hubungan ayah-anak pun menjadi tegang dengan lebih sedikit bonding dibandingkan hubungan ibu-anak. Hal ini terjadi karena pola asuh yang berlangsung turun temurun.
"Kebanyakan
pria tumbuh dengan ayah yang memiliki waktu bekerja panjang, dan ibu
mendominasi pengasuhan. Sewaktu kecil, pria sering menerima perlakuan
seperti, 'tunggu sampai ayahmu pulang'. Konsekuensinya, sebagian pria
tumbuh tanpa sosok ayah yang turut mengasuh dan menunjukkan kasih
sayang," jelasnya.
Pola pengasuhan inilah yang diadopsi, dan
kemudian dipraktikkan pria kepada anak-anaknya. Padahal anak membutuhkan
sosok ayah yang bisa ia percaya. Anak juga membutuhkan perhatian dan bonding dari ayah seperti yang ia dapatkan dari ibunya.
Jika ayah mampu membangun bonding
dengan anak, dan berhasil mendapatkan rasa percaya darinya, justru
ayah akan lebih mudah menerapkan disiplin. Berikut sejumlah cara yang
bisa dilakukan ayah untuk membangun bonding sekaligus bisa mendisiplinkan anak, agar tampil sebagai sosok ayah kuat tapi juga penyayang:
1. Ayah bersikap tegas, namun juga baik dan penuh penghargaan terhadap anak untuk membangun bonding.
2.
Lebih sering mengatakan "Ya" daripada "Tidak" bahkan ketika ingin
melarang anak makan kue kering. Misalnya, "Ya, kamu boleh makan kue,
tapi setelah makan malam ya".
3. Berikan konsekuensi logis untuk
memperbaiki perilaku anak yang buruk. Misalnya, "Kalau kamu meninggalkan
sepeda sembarangan sekali lagi, ayah dan ibu akan memasukkannya di
garasi selama seminggu."
4. Menjaga integritas dengan menjadi role model. Anak Anda akan meniru apa yang Anda lakukan, bukan apa yang Anda ucapkan.
5.
Adakan pertemuan rutin keluarga untuk memberikan kesempatan kepada
semua anggota keluarga untuk berbagi ide dan menampung saran. Cara ini
bisa membuat hubungan keluarga tambah erat. Usahakan untuk menggelar
pertemuan keluarga yang menyenangkan, bukan menjadi momen saling
mengoreksi atau bahkan memicu konflik.
sumber: Kompas.com
No comments:
Post a Comment